Pengertian Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) dimuat dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu
berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT), menyebutkan
bahwa “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum
yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta
pembebanan Hak Tanggungan, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Sebagaimana dijelaskan dalam
Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, bahwa “Pejabat Pembuat Akta
Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan
untuk membuat akta-akta tanah”.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 1
angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
bahwa “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum
yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu”.
Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 1
dari Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah bahwa yang dimaksud dengan “Pejabat Pembuat Akta Tanah,
selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk
membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas
tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”.
Dari keempat peraturan
perundang-undangan di atas menunjukkan bahwa kedudukan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) adalah sebagai pejabat umum. Namun dalam peraturan
perundangundangan tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan pejabat
umum. Maksud “pejabat umum” itu adalah orang yang diangkat oleh Instansi yang
berwenang, dengan tugas melayani masyarakat umum di bidang atau kegiatan
tertentu (Boedi Harsono, 2003: 486).
Sedangkan berdasarkan Pasal 1
angka 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Tata Usaha Negara. Dengan
demikian terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berlaku juga
ketentuan-ketentuan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Namun akta yang
dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut bukan termasuk Keputusan Tata
Usaha Negara, yang dimaksudkan oleh Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara.
Keputusan yang diambil Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk menolak atau
mengabulkan permohonan itulah yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, oleh
karena itu keputusan tersebut dapat dijadikan obyek gugatan ke Pengadilan Tata
Usaha Negara oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan (Boedi Harsono, 2003: 436).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor
37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PPAT
dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu :
1) Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat
akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah
atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (Pasal 1 angka 1).
2) Pejabat
Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara).
Pejabat Pembuat
Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara) adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk
karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) (Pasal 1 angka 2).
3) Pejabat
Pembuat Akta Tanah Khusus (PPAT Khusus)
Pejabat Pembuat
Akta Tanah Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena
jabatannnya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan
membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas
pemerintah tertentu. Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus (PPAT Khusus) hanya
berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus
dalam penunjukkannya (Pasal 1 angka 3).
4) Pejabat
Pembuat Akta Tanah Pengganti (PPAT Pengganti).
Pejabat Pembuat
Akta Tanah Pengganti (PPAT Pengganti) yaitu yang menggantikan Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) yang berhalangan sementara, misalnya karena cuti (Pasal 38
ayat (3)).
Yang dapat
diangkat menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), adalah :
a)
Notaris,
b)
Pegawai-pegawai dan bekas pegawai dalam
lingkungan Direktorat Jenderal Agraria yang dianggap mempunyai pengetahuan yang
cukup tentang peraturan-peraturan pendaftaran tanah dan peraturan-peraturan
lainnya yang bersangkutan dengan persoalan peralihan hak atas tanah,
c)
Para pegawai pamong praja yang pernah melakukan
tugas seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),
d)
Orang-orang lain yang telah lulus dalam ujian
yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Agraria (A.P.Parlindungan, 1991: 38).
Daftar Pustaka
A.P.Parlindungan. 1991. Pedoman Pelaksanaan Undang-Undang Pokok
Agraria dan Tata Cara Pejabat Pembuat Akta Tanah. Bandung :
CV. Mandar Maju.
Boedi Harsono. 2002. Hukum Agraria di Indonesia : Himpunan PeraturanPeraturan Hukum Tanah. Jakarta : Djambatan.
Boedi Harsono. 2002. Hukum Agraria di Indonesia : Himpunan PeraturanPeraturan Hukum Tanah. Jakarta : Djambatan.
No comments:
Post a Comment