Pendaftaran tanah berasal dari
kata cadastre (bahasa Belanda kadaster) yaitu istilah untuk suatu rekord atau
rekaman, menunjukkan kepada luas, nilai, kepemilikan terhadap suatu bidang
tanah dan untuk kepentingan perpajakan ( AP Parlindungan, 1999 :18 ). Menurut
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 yang dimaksud dengan
pendaftaran tanah adalah “rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah
secara terus- menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis dalam bentuk peta daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang
tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak
tertentu yang membebaninya”.
Pengertian pendaftaran tanah
menurut Budi Harsono adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh negara
atau pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan
atau data tertentu yang ada di wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan
penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian
hukum dibidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda bukti pemeliharaannya
(Boedi Harsono, 2005 :72).
Menurut Bachtiar Effendy
pendaftaran tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemegang hak
dan dilaksanakan secara terus menerus setiap ada peralihan hak atas tanah dalam
rangka menginventarisasikan data-data berkenaan dengan peralihan hak-hak atas
tanah menurut UUPA dan Peraturan Pemerintah (Bachtiar Effendy, 1993:15).
Dari definisi yang telah
dikemukakan di atas, apabila dirinci maka unsur pendaftaran tanah adalah
sebagai berikut :
1) Kata-kata “suatu rangkaian
kegiatan” menunjukkan kepada kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah
yang saling berhubungan dan akhirnya menyediakan data yang diperlukan untuk
jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.
2) Kata-kata “terus menerus” menunjukkan
kepada pelaksana kegiatan yang sekali dimulai tidak akan ada akhirnya. Data
yang sudah terkumpul dan tersedia harus selalu dipelihara, dalam arti
disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian hingga selalu
sesuai dengan keadaan yang terakhir.
3) Kata-kata “teratur”
menunjukkan bahwa semua kegiatan harus berlandaskan peraturan
perundang-undangan yang sesuai, karena hasilnya akan merupakan data bukti
menurut hukum, biarpun daya kekuatan pembuktiannya tidak selalu sama dalam
hukum negaranegara yang menyelenggarakan pendaftaran tanah.
4) Data tanah Dalam hal data
tanah terdapat dua jenis yaitu :
a) Data fisik, yaitu data-data
mengenai letak tanah, luas tanah, serta batas-batas tanahnya, bangunan dan
tanaman yang ada di atasnya.
b) Data yuridis, yaitu mengenai nama hak atas tanah, siapa pemegang
hak tersebut serta peralihan dan pembebannya jika ada.
5) Kata-kata “wilayah” adalah
wilayah kesatuan administrasi pendaftaran meliputi seluruh negara.
6) Kata-kata “tanah-tanah
tertentu” menunjukkan kepada objek pendaftaran tanah. Ada kemungkinan, bahwa
yang didaftar hanya sebagian tanah yang dipunyai dengan hak yang ditunjuk.
AP. Parlindungan .1990.
Pendaftaran Tanah di Indonesia. Bandung : Mandar Maju. . 1999.
Boedi Harsono. 1999. Hukum
Agraria Indonesia, Himpunan PeraturanPeraturan Hukum Tanah. Jakarta: Djambatan.
Bachtiar Effendy . 1993 .
Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Pelaksanaannya. Bandung : Alumni.
No comments:
Post a Comment